Sabtu, 30 Maret 2013

Clien Centered Therapy

Clien-Centered Therapy adalah terapi yang dikembangkan oleh Carl Rogers yang didasarkan kepada asumsi bahwa klien merupakan ahli yang paling baik bagi dirinya sendiri dan merupakan orang yang mampu untuk memecahkan masalahnya sendiri. Tugas terapis adalah mempermudah proses pemecahan masalah mereka sendiri. Terapis juga tidak mengajukan pertanyaan menyelidik, membuat penafsiran, atau menganjurkan serangkaian tindakan. Istilah terapis dalam pendekatan ini kemudian lebih di kenal dengan istilah fasilitator (Atkinson dkk, 1993)
Untuk mencapai pemahaman klien terhadap permasalahan yang di hadapi, maka diri terapis di perlukan beberapa persyaratan antara lain adalah: empati, rapport, dan ikhlas. Tujuan terapi adalah menciptakan suasana yang kondusif bagi klien untuk mengeksplorasi diri sehingga dapat mengenal hambatan pertumbuhannya dan dapat mengalami aspek dari sebelumnya terganggu. Di samping itu terapi bertujuan membantu klien agar dapat bergerak ke arah keterbukaan, kepercayaan yang lebih besar kepada dirinya, keinginan untuk menjadi pribadi, dan meningkatkan spontanitas hidup.
Klien dikatakan sudah sembuh apabila:
(1) kepribadiannya terintegrasi, dan mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya atas tanggung jawab diri, memiliki gambaran diri yang serasi dengan pengalaman sendiri,
(2) mempunyai tilikan diri, dalam arti memandang fakta yang lama dengan pandangan baru,
(3) mengenal dan menerima diri sendiri sebagaimana adanya dengan segala kekurangan dan kelebihan,
(4) dapat memilih dan menentukan tujuan hidup atas tanggung jawab sendiri.

1. Kritik dan kontribusi
Beberapa kritik terhadap konseling berpusat pada klien antara lain:
a. Terlalu menekankan pada aspek afektif, emosional, perasaan sebagai penentu perilaku, tetapi melupakan faktor intelektif, kognitif, dan rasional.
b. Penggunaan informasi untuk membantu klien, tidak sesuai dengan teori.
c. Tujuan untuk setiap klien yaitu memaksimalkan diri, dirasa terlalu luas, umum dan longgar sehingga sulit untuk menilai setiap individu.
d. Tujuan ditetapkan oleh klien, tetapi tujuan terapi kadang-kadang dibuat tergantung lokasi terapis dan klien.
e. Meskipun terbukti bahwa terapi client-centered diakui efektif tetapi bukti-bukti tidak cukup sistematik dan lengkap terutama yang berkaitan dengan klien yang kecil tanggung jawabnya.
f. Sulit bagi terapis untuk benar-benar bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal.

Kontribusi yang diberikan antara lain, dalam hal:
a. Pemusatan pada klien dan bukan pada terapis dalam proses terapi.
b. Identifikasi dan penekanan hubungan terapi sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian.
c. Lebih menekankan pada sikap terapis daripada teknik.
d. Memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan kuantitatif.
e. Penekanan emosi, perasaan dan afektif dalam proses terapi.

Sumber:
Surya, Prof. DR. H. Mohamad. (2003). Teori-teori Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Riyanti,B.P. Dwi dan Hendro Prabowo.1998.Psikologi Umum 2. Jakarta:Universitas Gunadarma

Sabtu, 23 Maret 2013

Terapi Humanistik-Eksistensial


Dasar dari terapi Humanistik adalah penekanan keunik kan setiap individu serta memusatkan perhatian pada kecenderungan alami dalam pertumbuhan perwujudan dirinya. Dalam terapi ini para ahli tidak mencoba menafsirkan perilaku penderita, tetapi bertujuan untuk memperlancar kajian pikiran dan perasaan seseorang dan membantunya memecahkan masalahnya sendiri. Terapi-terapi humanistik-eksistensial memusatkan perhatian pada pengalaman-pengalaman sadar. terapi ini juga lebih memusatkan perhatian pada apa yang dialami pasien pada masa sekarang dan bukan pada masa lampau. Namun terapi-terapi humanistik-eksistensial juga memperhatikan masa lampau sebagai peristiwa dan pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku dan perasaan individu saat ini. Salah satu pendekatan yang di kenal dalam terapi Humanistik ini adalah terapi yang berpusat kepada klien atau Clien-Centered Therapy.
Clien-Centered Therapy
Clien-Centered Therapy adalah terapi yang dikembangkan oleh Carl Rogers yang didasarkan kepada asumsi bahwa klien merupakan ahli yang paling baik bagi dirinya sendiri dan merupakan orang yang mampu untuk memecahkan masalahnya sendiri. Tugas terapis adalah mempermudah proses pemecahan masalah mereka sendiri. Terapis juga tidak mengajukan pertanyaan menyelidik, membuat penafsiran, atau menganjurkan serangkaian tindakan. Istilah terapis dalam pendekatan ini kemudian lebih di kenal dengan istilah fasilitator (Atkinson dkk, 1993)
Untuk mencapai pemahaman klien terhadap permasalahan yang di hadapi, maka diri terapis di perlukan beberapa persyaratan antara lain adalah: empati, rapport, dan ikhlas.
Tujuan dari Clien-Centered Therapy adalah untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha membantu klien untuk menjadi pribadi yang dapat berfungsi penuh. Guna mencapai tujuan tersebut terapis perlu mengusahakan agar klien dapat menghilangkan topeng yang dikenakannya dan mengarahkannya menjadi dirinya sendiri.
Langkah-langkah dalam proses terapi:
1. Individu datang meminta bantuan,
2. Situasi bantuan biasanya dijelaskan (ditetapkan),
3. Terapis mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaan-perasaan nya dengan bebas berkenaan dengan masalah yang dihadapinya,
4. Terapis menerima,mengakui, dan menjelaskan perasaan-perasaan negatif pasien,
5. Apabila perasaan-perasaan negatif pasien telah diungkapkan sepenuhnya maka perasaan-perasaan itu disusul oleh ungkapan samar-samar dan ragu-ragu dari perasaan-perasaan positif yang mendatangkan pertumbuhan,
6. Terapis menerima dan mengakui perasaan-perasaan positif yang diungkapkan itu seperti halnya dia menerima dan mengakui perasaan negatif,
7. Pemahaman tentang diri dan penerimaan diri merupakan aspek berikutnya yang penting dari seluruh proses,
8. Bercampur baur dengan proses pemahaman ini-- langkah-langkah yang dikemukakan sama sekali tidak esklusif antara yang satu dengan yang lain dan juga langkah-langkah tersebut tidak berlangsung secara kaku -- merupakan suatu proses penjelasan mengenai keputusan-keputusan dan rangkaian tindakkan yang mungkin diambil,
9. Terjadilah suatu perkembangan lebih lanjut -- pemahaman diri yang lebih lengkap dan akurat karena individu mulai berani menyelidiki tindakan-tindakannya sendiri secara lebih memdalam,
10. Tindakan positif yang integratif dari klien semakin meningkat. Ketakutan dalam dirinya semakin berkurang khususnya untuk mengadakan pilihan dan menjadikannya lebih yakin akan tindakan yang terarah kepada dirinya sendiri (self-directed action),
12. Perasaan untuk membutuhkan bantuan berkurang dan pengakuan dari pihak klien bahwa hubungan itu harus berakhir.
Sumber :
Semiun, Yustinus. Kesehatan Mental Edisi 3
Riyanti,B.P. Dwi dan Hendro Prabowo.1998.Psikologi Umum 2. Jakarta:Universitas Gunadarma

Sabtu, 16 Maret 2013

Terapi Psikoanalisa

Terapi Psikoanalisa

Teori psikoanalisis muncul pada tahun 1896 di temukan oleh Sigmund Freud. Psikoanalisis merupakan suatu pandangan baru tentang manusia, dimana ketidaksadaran memainkan peran penting. Teori psikoanalisis di temukan dari praktek dalam usaha menyembuhkan pasien-pasien histeria.
Psikoanalisis adalah terapi klasik, jangka panjang, dan berorientasi tilikan. Tujuannya adalah mengubah kepribadian mayor dengan cara mengidentifikasi dan memodifikasi ("menyelesaikan") konflik-konflik nirsadar dengan asosiasi bebas, menganalisis transferensi dan resistensi serta interpretasi mimpi. ciri "analisis" adalah memakan waktu banyak. Pasien lebih di anjurkan untuk mendapatkan terapi ini adalah pasien yang mengalami gangguan "neurotik" dan gangguan kepribadian. Terapi ini memakan waktu lama, mahal dan keefektifannya tidak pasti sehingga terapi ini jarang di gunakan.

Psikoterapi berorientasi psikoanalitik tujuannya serupa dengan psikoterapi suportif, yaitu menghilangkan gejala, dan serupa pula dengan psikoanalisis dalam upaya memahami secara dinamik konflik-konflik nirsadar pasien (tilikan) dan dalan menggunakan analisis transferensi dan interpretasi mimpi.
Penafsiran (Interpretasi) Penafsiran merupakan prosedur dasar di dalam menganalisis asosiasi bebas, mimpi-mimpi, resistensi, dan transferensi. Caranya adalah dengan tindakan-tindakan terapis untuk menyatakan, menerangkan, dan mengajarkan klien makna-makna tingkah laku apa yang dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resistensi, dan hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi dari penafsiran ini adalah mendorong ego untuk mengasimilasi bahan-bahan baru dan mempercepat proses pengungkapan alam bawah sadar secara lebih lanjut. Penafsiran yang diberikan oleh terapis menyebabkan adanya pemahaman dan tidak terhalanginya alam bawah sadar pada diri klien.

Ada beberapa tekhnik terapi psikoanalisis, diantaranya:

Asosiasi Bebas
Dalam tekhnik ini klien di suruh untuk duduk santai atau tidur, lalu menceritakan semua pengalaman yang terlintas dalam benaknya baik yang teratur maupun yang tidak, sepele ataupun penting, logis atau tidak logis, relevan atau tidak semua harus di ungkapkan. Asosiasi-asosiasi yang di ungkapkan itu kemudian di tafsirkan sebagai ungkapan tersamar pengalaman-pengalaman yang di repres.
Analisis Mimpi
Freud memandang mimpi sebagai mimpi sebagai jalan utama menuju ke alam tidak sadar karena isi mimpi di tentukan oleh keinginan-keinginan yang di repres. Keinginan-keinginan itu muncul lg dalan bentuk simbol sebagai jalan menuju pemuasan.
Analisis Resistensi
Resistensi adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tidak disadari. Selama asosiasi bebas dan analisis mimpi, klien dapat menunjukkan ketidaksediaan untuk menghubungkan pikiran, perasaan, dan pengalaman tertentu. Freud memandang bahwa resistensi dianggap sebagai dinamika tak sadar yang digunakan oleh klien sebagai pertahanan terhadap kecemasan yang tidak bisa dibiarkan, yang akan meningkat jika klien menjadi sadar atas dorongan atau perasaan yang direpres tersebut.
Analisis Transferensi
Terjadi kalau dalam pertemuan terapi terungkap adanya displacement dalam diri pasien. Hal itu terjadi kalau pasien mengalihkan sasaran perasaan cinta atau bencinya kepada terapeut yang menanganinya. Transferensi itu menunjukan kebutuhan pasien untuk mengekspresikan kebutuhannya. Semua ini berlangsung secara tidak sadar, terapeut sering jadi sasaran atau pengganti. Disini terapeut berusaha untuk menjelaskan pesaraan-perasaan yang sedang dialami atau yang di ekspresikannya pada terapeut sehingga pasien memiliki satu pemahaman yang lengkap mengenai kesulitan yang sedang dialami
Kelebihan Dan Kekurangan Terapi Psikoanalisis
Kelebihan
· Terapi ini memiliki dasar teori yang kuat. · Dengan terapi ini terapis bisa lebih mengetahui masalah pada diri klien, karena prosesnya dimulai dari mencari tahu pengalaman-pengalaman masa lalu pada diri klien.
· Terapi ini bisa membuat klien mengetahui masalah apa yang selama ini tidak disadarinya.

Kekurangan
· Waktu yang dibutuhkan dalam terapi terlalu panjang
· Memakan banyak biaya bagi klien
· Karena waktunya lama, bisa membuat klien menjadi jenuh
· Diperlukan terapis yang benar-benar terlatih untuk melakukan terapi
Sumber:
Tomb, David A. Buku Saku Psikiatri Edisi 6.
Naisaban, Ladislaus. Para Psikolog Terkemuka Dunia.